Skip to main content

Sakamichi Review : Ima ni Miteiro



Sakamichi Review : Ima ni Miteiro



Yang ketiga, untuk Hiragana. Ya, Ima ni Miteiro menjadi rilisan MV ketiga dari Glass wo Ware, dan alokasinya untuk Hiragana. Ini sekaligus menjadi MV kelima untuk Hiragana, dan yang menjadi pertanyaan adalah kenapa hanya 11 member saja yang ikut.

Ya, 11 member dari Hiragana Gen 1 sajalah yang tampil di MV Ima ni Miteiro, Gen 2 tidak. Dan ini membawa kejanggalan tentang kenapa Gen 2 tidak diikutkan padahal sama-sama di satu nama Hiragana. Well, ini untuk artikel berikutnya sajalah.

Ima ni Miteiro dirilis pada 1 Maret lalu, dan Sakamichi Review-nya baru bisa naik hari ini karena memang ini adalah kesempatan terakhir sebelum albumnya rilis. Tinggal Jadi, langsung saja, ini dia Sakamichi Review untuk Ima ni Miteiro.




Disutradarai oleh orang yang sama dengan yang menggarap opening dari drama Hiragana, Re:Mind, yaitu Yamada Kento. Well, aku sendiri hanya menonton Re:Mind dari 3 episode awal, itu pun tidak mendalami jadi aku kurang tahu apa MV ini memiliki kesan yang sama dengan drama itu.

Dari kesan pertama, yang kutangkap adalah, it’s Keyaki-esque. Dalam artian sekali lihat, kita bisa paham kalau ini adalah Keyaki. Kanji atau Hiragana, sama. Terserah mau mengartikan seperti apa, dark & light, atau bagaimana, ciri khas Keyaki ditampilkan dengan baik.

Ciri khas Keyaki dari segi apa? Sinematografi. Aku tidak bisa bilang faktor sutradara berpengaruh, karena tidak semua MV Keyaki disutradarai satu atau dua orang, dan hampir semuanya membawa nuansa yang sama. Tempo yang lebih pelan dibanding Kanji yang lebih cepat…

Dan nuansa yang entah bisa dibilang lebih ceria atau tidak, karena bagian dimana member tersenyum mungkin hanya satu menit dari keseluruhan MV. Faktor terkuat dari MV ini jelas adalah lighting, menonjolkan ekspresi dan facial features dari member.

Not original, tapi cukup untuk memberi warna baru pada Hiragana. Karena dari MV-MV sebelumnya, well, mereka masih ada kesan amatir. Well, untuk amatir tidak amatir, hal ini bukan sekedar dari lighting, tapi juga berlanjut ke scene di teater.

Di kursi teater lebih tepatnya. Aku tak peduli pada argumen kalau “Hiragana>Kanji” karena dance di bagian ini, adalah sesuatu yang jika dibawakan Kanji, akan selalu ada pendapat “lagi-lagi dark, absurd” sesuatu yang kita lihat di Eccentric.

Faktanya adalah, dance Keyaki hampir 100% adalah hasil koreo dari Takahiro, jadi lebih baik adalah melupakan perbedaan Kanji dan Hiragana, karena pada dasarnya adalah sama. Untukku sendiri, membuat Hiragana 180° dari Kanji sendiri bukan ide bagus.











Terlalu mirip juga tidak, tapi ada sweet spot dimana ada kompromi. Ya, Ima ni Miteiro ini cukuplah, hampir ada di titik yang ideal. Ideal bagiku tentu, sebagai penulis artikel ini, jadi tidak bisa dijadikan patokan bagi semua. Masih membawa ciri khas Keyaki, dengan warna berbeda.

Untuk kritik, aku sendiri kesusahan untuk mengatakannya yang kesekian kali. Masih sama sejak Dare Yori mo Takaku Tobe, dance adalah titik lemah Hiragana. Yep, masih. Well, tidak adil kalau mengatakan mereka tidak ada perkembangan, tapi yah… oke, hanya satu poin yang masih minus bagiku.

Yaitu bagian saat dance scene di panggung teater, semuanya terlihat baik sampai bagian mereka berkumpul dan jatuh. Unnatural to the max. Awkward. Really it was cringe-worthy. Impresi sampai bagian ini yang sudah bagus langsung hancur seketika.

Selain satu bagian ini, tidak ada bagian lain yang bisa dikritik. Kostum, well, bukan seleraku sih. Terkesan nanggung arahnya mau ke cool atau bright, ada di tengah-tengah tapi kesannya jadi tidak kemana-mana.



Di rilisan selanjutnya, lebih suka tetap seperti ini atau jumlahnya berlipat ganda?

Terlepas dari satu-satunya minus -yang berdampak besar- ini, secara keseluruhan Ima ni Miteiro termasuk kategori bagus. Setelah Soredemo Aruiteru, Hiragana semakin ke arah yang positif. Untuk urusan lagu, cukup distinguishable, sementara untuk video, bagus masih membawa warna Keyaki.

Hiragana berperan sebagai alternatif dari Kanji, aku tidak mengiyakan atau menolak. Karena toh mereka masih dalam satu nama, aku lebih suka melihat Kanji sebagai selling point untuk mainstream, Hiragana untuk fandom. Yah, dengan begini, Hiragana memang sulit untuk tumbuh.

Entah ini strategi manajemen atau bagaimana, yang pasti, jika begini terus, jangan berharap Hiragana akan mendapat kesempatan sebesar Kanji untuk lebih dikenal luas. Ya, langkah-langkahnya ada, seperti masuknya Katoshi ke SakamichiAKB tahun ini.

Hanya, masa depan Hiragana sampai sekarang masih belum jelas. Apakah masih hanya sekedar menjadi penggembira, atau menunggu hingga amunisi mereka sebanyak Kanji? Only time will tell.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar