VI Senbatsu : The Hangin' Ends of Ruth Ellis
VI Senbatsu : The Hangin’ Ends of Ruth Ellis
Tujuh puluh tiga tahun yang lalu, adalah saat menentukan bagi hukum yang akan merubah wajah dunia secara literal. 13 Juli 1955, penjara Holloway dikerumuni banyak orang yang berkumpul, sebagian berdoa, sebagian hening, untuk satu momen penting.
Di balik tembok penjara, terpidana Ruth Ellis menunggu waktunya dengan segelas Brandy. Di jam yang telah ditentukan, dia menuju tempat eksekusi. Koran News Chronicle mengabarkan Ellis “melihat pada crucifix beberapa detik sebelum kematian” dan “orang paling tenang yang pernah masuk ruang eksekusi”
Kenapa dan bagaimana Ellis dihukum gantung, adalah kasus yang secara general membuat Britons mengasosiasikan situasi dan kondisi Ellis saat vonis mati dijatuhkan. Ruth Ellis, ibu beranak dua, yang terjebak di hubungan disfungsional, membunuh pasangannya David Blakely dengan 4 tembakan pistol di sebuah pub di Hampstead.
Alasan dari perbuatan Ellis adalah abuse yang diterimanya dari Blakely. Diantaranya termasuk bagaimana Ellis memberinya uang untuk rokok, makan, dan minum, tapi saat mabuk Blakely akan memukulinya. Ditambah, beberapa saat sebelum pembunuhan, Ellis keguguran yang diakibatkan pemukulan.
Saat itu, hukum masih belum seperti sekarang. Hal-hal yang disebutkan Ellis dalam pembelaan dianggap tidak cukup kuat sebagai alasan untuk meringankan hukumannya. Abuse yang diterimanya, baik fisik maupun emosional, dilihat tidak relevan sebagai alasan pembunuhan.
Satu faktor penting adalah jawaban Ellis untuk apa yang dipikirkannya saat menembak Blakely; “Yang kupikirkan saat menembak Blakely jelas adalah membunuhnya” satu hal yang menjadi penentu vonis. Mengapa kasus Ellis menjadi headline adalah saat itu, Inggris mengalami banyak perubahan.
Hukuman mati menjadi perdebatan atas dasar moral. Selain itu, di abad 20, 90% terdakwa yang dihukum mati menerima grasi. Latar belakang pembunuhan David Blakely menjadi alasan kenapa publik menganggap bahwa Ellis akan mendapat keringanan.
Saat hal itu tidak terwujud, maka menjadi topik besar. Sydney Silverman, salah satu tokoh yang menuntut penghapusan hukuman mati mengatakan bahwa Ellis adalah tipikal manusia biasa, yang menemukan sedikit ketenangan dalam desperation.
Harian Daily Herald menulis bahwa Ellis kemungkinan tidak akan dieksekusi di US atau Jerman. News Chronicle sepakat dengan mengatakan Ellis tidak menerima keringanan karena fakta bahwa dia adalah “perempuan” dan alkoholik. Dan apa alasan utama Ellis tidak mendapat remisi?
Pertama, ada niat pembunuhan dan dilakukan dengan pistol. Kedua, Ellis dan Blakely bukan pasangan suami istri sah, dan ada faktor tentang teman prianya yang lain, Desmond Cussen, yang memberinya pistol untuk membunuh Blakely. Minus dari faktor moral konvensional dan ikatan pernikahan menjadi fatal bagi Ellis.
Berkat media massa, begitu vonis dijatuhkan, muncul petisi agar Ellis mendapat grasi. Koran-koran nasional mengabarkan ribuan surat memohon grasi untuk Ellis datang dari seluruh Inggris. Ini datang sebelum era internet dan change.org, jadi bisa dibayangkan betapa besar efeknya saat itu.
Surat-surat itu sekarang masih tersimpan di National Archives, dan mayoritas isinya adalah kekhawatiran tentang dua anak Ellis. Hukuman gantung bagi ibu mereka dianggap akan menjadi pukulan telak, karena motherhood adalah identitas sosial yang penting di 1950’an, juga menjadi faktor penentu kependudukan saat anak dewasa.
Kultur tentang motherhood dan romantic love di pertengahan abad 20 tentang ideal bahwa wanita harus kooperatif dan setia bagi pasangannya menjadi bumerang dengan adanya kasus Ellis. Dengan adanya kasus ini, perubahan hukum terjadi.
Terlebih karena Inggris juga pernah mengalami kasus yang serupa, Derek Bentley dan John Christie diantaranya. Hukuman mati menjadi perhatian publik. Di hukum baru tahun 1957, hukuman mati diberlakukan hanya untuk kasus tertentu. Di tahun 1965, hukuman mati resmi tidak diberlakukan lagi di Inggris.
Kasus Ruth Ellis adalah titik balik dimana hukum berubah. Hukuman mati dianggap tidak manusiawi lagi dan secara global, perubahan terjadi. Juga menjadi titik dimana membuka mata publik tentang realita, bukan fantasi tentang roman dan cinta yang bisa diasosiasikan dengan orang banyak.
Nah, kenapa aku memilih topik ini sebagai intro untuk pemilihan senbatsu keenam Keyakizaka46 adalah karena yah, aku menganggap adanya kemiripan dalam kasus mereka. Nah, forget all about the fuss, I won’t side with any. Aku mencoba seobyektif mungkin.
Pemilihan Tecchi sebagai center lagi adalah yang pertama bagi Sakamichi. Berbagi rekor dengan Ikoma sebagai center terbanyak, dan lebih lagi, konsekutif. Tak heran jumlah pro dan kontra mencapai jumlah yang wow, dan seperti yang kukatakan di artikel sebelumnya, toxic.
Ya ya ya, selalu ada beribu alasan bagi yang pro dan kontra. Dan bagiku, terpilihnya Tecchi sebagai center lagi, whether it’s doom and gloom or another glory days of emo cult, lebih menarik untuk melihatnya dari samping. Melihatnya untuk memahami Tecchi dan manajemen.
Sama seperti Ruth Ellis yang mencapai breaking down, Tecchi pun -terserah kalian di pihak percaya atau tidak- juga ada di titik itu akhir tahun lalu. Dan sejujurnya, manajemen memilih dia sebagai center lagi, ada di titik kompromi yang cukup masuk akal menurutku. Kenapa?
Pertama, image. Well, bukan image a la Pussycat Dolls itu tentu, tapi image Keyaki yang unorthodox. Karena sudah kuat di sini, plus drama akhir tahun, maka wajar saja Tecchi terpilih lagi. Dia masih pion penting untuk mempertahankan itu karena image-nya sendiri misterius. Oke, harus kuakui, kesan Pussycat Dolls masih kuat.
Kedua, manajemen kurasa masih belum ingin break the flow. Dengan Nogi melebarkan sayap ke Asia -memang masih belum, tapi arahnya kesana- maka rival paling kuat tentu adiknya sendiri. Dengan image berbeda, karena 48G sendiri tidak terlalu jauh berbeda dengan Nogi dan disibukkan dengan Produce 48.
Ketiga, bagiku, siapapun centernya, itu hanya bonus yang layak diperdebatkan hanya untuk beberapa saat, karena semua kembali ke lagunya. Jadi, intinya adalah tidak masuk terlalu dalam ke drama yang entah ada betulan atau hanya buatan fans.
Well, apapun itu, aku menantikan 6th single, yang judulnya sudah ketahuan; Glass wo Ware. Tapi dengan situasi dan kondisi, mungkin Sakamichi Review untuk ini tidak akan kubuat langsung begitu rilis seperti biasanya. Berkaca dari kasus Ruth Ellis dan Tecchi, kita harus ingat dalam setiap hal ada faktor di belakangnya.
Entah apa Tecchi dan Keyaki bisa merubah paradigma di level yang sama dengan kasus 73 tahun lalu atau bagaimana, bagiku, lebih baik ngidol masih dalam batas saja. Artikel ini jadi mirip dengan artikel sebelumnya, tapi ya tiap membahas Keyaki pasti topik ini selalu keluar.
Sebagai penutup, sesuatu baru akan terasa berharga setelah kita tidak memilikinya lagi.